Ingin nggak ada di dunia ini tapi semesta belum mendukung, awal Januari tahun ini berharap dari yang pesawat, 2 bulan lalu kecelakaan sampai kemarin truk udah samping maju-maju terus juga tetep aja masih hidup.

 Semua jalan hidup yang besar dipaksa harus sesuai dengan mereka padahal yang menjalani aku dari semasa sekolah hingga sekarang, semua hal biasa aku jalani sendiri sedari kecil yang seharusnya semasih sekolah kanak-kanak ditemani tapi aku hanya sendiri sebegitu mandirinya tapi untuk suatu hal yang harus aku jalani dalam hidup dalam waktu yang lama harus ditentukan oleh mereka juga.

Apakah hanya kemarin terakhir kali aku keluar, apakah ini benar-benar hanya disini saja? Apakah lagi aku harus ikut apa yang mereka tentukan walaupun aku tidak nyaman? Kemarin aku sudah memilih mereka dibanding dia dan aku kehilangan dia, sekarang aku harus memilih antara mereka dan diri sendiri? 

 Aku pikir dia akan jadi laki-laki terakhir yg aku temui, yg terakhir dari sekian kali patah hati. Tapi aku salah, dia sama saja seperti sebelumnya.

Sebelum dia datang, aku menutup pintu hati dan saat dia menghilang aku merasa aku akan mati rasa tapi dia datang kembali dengan menyatakan perasaan.

Semua yg dia katakan hanya omong kosong, tidak sesuai dengan tindakannya. Jika ia cemburu seharusnya saling berjuang bersama bukannya bersikap melepaskan.

Sekarang jadi paham, tidak ada yg benar-benar, entah datang sendiri akrab dengan keluarga ataupun datang bersama keluarga lalu sudah membicarakan masa depan. Sama saja tetap akan menghilang.

Jadi, menutup pintu.